Saya ingin
menceritakan hal mengenai pertemuan saya
dengan Oom L, pemilik beberapa Rumah Kopi di Kota Ambon, seperti yang pernah
saya sebutkan dalam artikel sebelumnya mengenai Kopi di Rumah Kopi Kota Ambon.
Di siang
yang terik itu, saya sudah duduk dengan secangkir kopi susu, sambil membaca
beberapa hal di internet melalui gadget saya. Ketika bermaksud memesan makanan
kecil sebagai teman minum kopi, tidak ada seorang pelayan pun yang ada di
sekitar saya, dan Oom L yang duduk di meja samping saya menanyakan keperluan
saya. Setelah menyampaikan pesanan saya kepada pelayan di sana, Oom L kembali
ke tempat duduknya dan memperkenalkan dirinya sebagai L, pemilik Rumah Kopi
tersebut. Dengan dandanan yang sangat sederhana, sedikit sulit nalar saya
memahami bahwa beliau yang ada di hadapan saya adalah pemilik rumah kopi yang
bersetting modern dengan interior seperti layaknya café-café di mal-mal.
Pembicaraan
saya dengan Oom L berkisar pada tema sukses kehidupannya sebagai pengusaha dan
meskipun dengan cara sederhana namun luwes, Oom L terkesan tidak ingin membuka
rahasia sukses bisnisnya, terutama jika menyangkut ‘ingredient’ atau pun
komposisi serbuk kopi-nya. Beliau pun, dengan cara yang santun seakan menutup
diri dari membeberkan orkestrasi atau pun ritual penyiapan secangkir kopi ke
hadapan pelanggannya. Ketertutupan dirinya akan berbeda ketika membicarakan hal
ihwal keluarganya.
Oom L
mengaku mempunyai satu anak, yang kini hidup di Jogjakarta, setelah menempuh
pendidikan di sana. Anaknya adalah anak semata wayang yang dibesarkan di masa
terjadinya konflik sosial yang terjadi di Maluku di tahun-tahun akhir milenium
yang lalu. Beliau bercerita bahwa istrinya meninggal dalam konflik tersebut,
setelah dicelakai oleh sekelompok orang yang berasal dari ‘kelompok lawan’.
Saat itu Oom L berada di kota Ambon, sedangkan kejadian yang mencelakakan
istrinya terjadi di daerah lain di kota Ambon. Saat itu anak Oom L diamankan
oleh tetangganya, yang sebenarnya berasal dari kelompok keyakinan yang sama
dengan yang mencelakakan istrinya.
Setelah
kejadian, Ibu yang menyelamatkan anaknya menghubungi Oom L dan mengabarkan
bahwa istri Oom L meninggal akibat dicelakai oleh sekelompok orang, namun anak
beliau berhasil diselamatkan. Akibat suasana ‘perang’ akibat konflik komunal
yang terjadi di kota Ambon tersebut, Oom L tidak dapat menjemput jenazah
istrinya saat itu. Baru beberapa hari setelah kejadian, dengan dikawal
sekelompok tentara, Oom L dapat menjemput jenazah istrinya yang sudah menjadi
abu, karena dibakar oleh kelompok lawan. Beliau pun dapat berkumpul kembali
dengan anaknya. Kepada tetangganya yang telah menyelamatkan anaknya, Oom L
berpresan agar siapa pun yang hendak ‘menjarah’ rumahnya dan mengambil
barang-barangnya agar tidak dilarang, namun dipesankan untuk tidak merusak
barang-barang tersebut, karena barang-barang yang ada masih dapat digunakan
oleh yang mengambilnya. Jika barang-barangnya dirusak, maka hal tersebut tidak
menjadi berkah bagi pelakunya.
Ketika
oom L melanjutkan ceritanya, maka kekaguman saya kepada pribadi beliau menjadi
semakin besar. Oom L mengatakan bahwa setelah konflik komunal berakhir, beberapa
pelaku penyerangan kepada istrinya berhasil menemukan Oom L di rumah kopinya. Mereka
meminta maaf atas kejadian di saat konflik terdahulu. Oom L dengan bijaksana
mengatakan bahwa dia sudah memaafkan semua pelaku yang telah mencelakai
istrinya dan mereka yang sudah menjarah semua harta bendanya. Bahkan kepada
para pelaku tersebut, oom L berpesan agar mereka dapat hidup lebih baik dengan
berpegang pada ajaran Tuhan. Beliau mengingatkan bahwa meskipun hanya satu ayat
yang dia pegang, namun dia mencoba melaksanakannya dengan istiqomah, dan hal
itu membebaskan dirinya dari rasa dendam terhadap siapa pun, dan selalu
bersikap memaafkan pada semua pihak yang mempunyai kesalahan kepadanya.
Beberapa
bulan yang lalu, Oom L melanjutkan ceritanya, ada beberapa orang yang datang ke
Rumah Kopinya. Mereka juga merupakan kelompok yang menyerang istrinya. Salah seorang
dari mereka , sebut saja AC, mengatakan bahwa hidupnya seperti dikejar dosa,
dan AC mempunyai pengalaman bahwa beberapa kali istrinya mengalami keguguran
saat mengandung anak-anaknya. Menurut pesan dari seorang pemuka agama, AC
dianjurkan untuk meminta maaf kepada orang yang disalahi olehnya. AC teringat
akan dosanya terhadap Oom L, dan AC mencari Oom L hingga ketemu di kota Ambon.
Ketika meminta maaf kepada Oom L, bukan saja mendapatkan maaf dari Oom L, namun
AC pun diberikan uang untuk menjadi modal usahanya. Bahkan, oom L menawarkan
jika kurang, AC dapat kembali menemui dirinya untuk mendapatkan tambahan modal
usahanya.
Sulit
bagi saya untuk memahami kebesaran hati Oom L, yang mudah memaafkan orang lain
yang telah mencelakakan keluarganya. Dengan memuji kepada Sang Pencipta yang
telah menciptakan mahluk semulia Oom L, saya hanya dapat berdoa di dalam hati
agar mereka-mereka yang pernah mengalami konflik komunal mempunyai sikap dan
nilai-nilai seperti yang dimiliki Oom L, apa pun istilah yang digunakan oleh
ajaran agama mereka.
Sebuah
pelajaran yang luar biasa yang saya dapatkan dari orang yang luar biasa pula.
Teriring harapan agar bisa juga menjadi luar biasa seperti beliau (Oom L), saya
bersyukur kepadaNya.
Ambon,
akhir Nopember 2014.