Petruk Jadi Lurah (Bag. 1)
Di sebuah kelurahan bernama Bibihampa, yang masuk kedalam negara Dwarawati. Warga kelurahan tersebut sudah lama tercekam dengan tingkah polah lurahnya yang memerintah bagai tirani. Tingkat kesejahteraan warga tidak pernah beranjak naik, semenjak kelurahan tersebut dipimpin oleh sang Lurah. Lurah juga selalu menetapkan kebijakan tangan besi dalam memerintah kelurahan tersebut. Siapa pun yang tidak sejalan dengannya akan serta merta dia singkirkan.
Intrik, menjadi sebuah tarian wajib bagi warga dan aparat pemerintahan desa, sehingga mereka dapat terselamatkan dari sepak terjang Lurah yang merajalela. Semula kelurahan ini menjadi salah satu proyek percontohan, yang ditetapkan oleh sang Prabu. Lurah yang dipilih pun titipan sang Prabu, yang menganggap Lurah adalah salah satu putra terbaik Dwarawati. Kelurahan lainnya yang lebih dulu ada, menganggap keputusan tersebut kurang pas, namun untuk protes ke Ingkang Sinuhun, ya kurang pantas gitu lho.
Dengan berjalannya waktu, mulai tampak bahwa pilihan sang Prabu (ups, bukan pilihan sang Prabu nding, tapi calon yang digadang-gadang dan lolos pilkada) nampaknya salah. Lurah yang semula nampak manis dan penurut, senang melakukan penyelewengan. Anggaran Pembangunan dikeluarkan, tanpa hasil yang jelas. Ini jelas pelanggaran, tapi koq gak ketahuan ya?
Lurah pun mulai meninggalkan sang Prabu. Lurah tahu kalau Prabu sudah tahu bahwa Lurah banyak melakukan kesalahan dalam memerintah Kelurahannya. (sebenarnya sih, statement yang bener adalah Lurah merasa kalau Prabu tahu kesalahan yang dirasakan betul oleh Lurah dalam memerintah… hehehe, pasti malah makin bingung. Ya udah lah, yang di dalam kurung ini jangan dibaca). Akibatnya Lurah mulai enggan berkunjung ke Kotaraja, untuk menemui sang Prabu. Yang dilakukannya hanya menemui sang Patih dan sang Mangkubumi. Kalau berkunjung ke Kotaraja, Lurah selalu bermanis-manis melaporkan kemajuan di Bibihampa kepada sang Mangkubumi. Patih pun selalu mendapatkan feedback yang manis-manis aja dari Lurah, mengenai perkembangan pembangunan di Bibihampa. Oh ya, jika berkunjung ke Kotaraja, Lurah tidak lupa membawa oleh-oleh manisan buah pala buat Mangkubumi, supaya Mangkubumi tidak lupa bermulut manis melaporkan Lurah kepada sang Prabu, dan buah palanya menjadikan Mangkubumi mengantuk dan lupa menyampaikan kebenaran kepada sang Prabu.
Makin lama warga Bibihampa makin resah, dan berusaha mengadu kepada sang Prabu. Bagong, yang masih kerabat Lurah, diutus warga untuk menyampaikan uneg-uneg warga kepada sang Prabu. Mendengar pengaduan Bagong, sang Prabu dengan bijaksana menyampaikan salamnya kepada warga Bibihampa dan berjanji akan segera menindaklanjuti keluhan warga Bibihampa. Baru saja keluar dari ruang kerja sang Prabu, Bagong ditegor oleh sang Patih.
Patih:
Ngapain kamu ngadep Sinuhun Prabu sendiri? Koq nggak minta ditemenin pejabat pusat sih, seperti saya ini lho.
Bagong:
Lho, kemaren kan saya ngadep Mangkubumi bareng penjenengan, dan Mangkubumi menyarankan saya untuk menyampaikan langsung ke Sinuhun Prabu. Lho koq sampeyan baru sekarang keberatan, kenapa gak kemaren aja ngomong di hadapan mister Mangkubumi.
Patih:
Dasar kucluk, persis kayak namamu. Srudak-sruduk gak karuan. Kalau mangkubumi bilang begitu tuh maksudnya ya tunggu saya dampingi dong. Dasar bodo, pantes aja bisa dibohongi selalu sama Lurahmu yang dzalim itu.
Bagong:
Halah, sampeyan itu. Apa sekarang sampeyan mau nganter saya ngadep Sinuhun lagi?
Patih:
Yo wis gak usah. Sana pergi sana.
Bagong:
(… oalah Sinuhun…sinuhun, lha wong Limbuk koq dijadikan Patih. Makan aja gak bisa ngukur diri koq, makanya badannya segitu gedenya. Ora tau eling wong liyo, kroso bener dewe)
Berdasarkan laporan Bagong, sang Prabu Dwarawati, Prabu Kresno menerjunkan tim pencari fakta ke Bibihampa. Tim diketuai oleh sang Mangkubumi, Raden Togog, beranggotakan Limbuk dan Cangik. Selain itu, Prabu juga menitahkan kepada kantor bendahara, untuk menyelidiki kebocoran dana di pemerintahan kelurahan Bibihampa. Tim bendahara dipimpin oleh Bendahara negara, raden Lesmono, yang berpendidikan luar negeri.
Kedua tim bekerja paralel, dan dalam beberapa kesempatan juga saling bekerja-sama. Setelah masing-masing kerja selama 4 bulan, mereka telah kembali ke hadapan Prabu dan menyampaikan laporannya.
Mangkubumi:
Sinuhun, setelah hamba periksa, ternyata memang ada kesalahan prosedur dalam pemerintahan Lurah Bibihampa, Petruk Kantong Bolong. Namun demikian prestasinya juga baik koq sinuhun.
Patih:
Bener itu Sinuhun.
(Patih dan Mangkubumi saling melirik dan mesem-mesem)
Prabu:
Iyo…iyo. Lalu kenapa ada suara-suara sumbang?
Mangkubumi:
Halah, itulah kesalahan prosedurnya. Petruk itu korupsi buat memperkaya diri sendiri, manakala rakyatnya ada yang kelaparan. Tapi saya sudah peringatkan sama Petruk, kalau dia melanjutkan sepak terjangnya, saya ganti namanya jadi Petruk Kantong Bumpet.
Lesmono:
Ya ndak bisa gitu dong Mangkubumi. Di catatan kami, beliau tidak tercatat korupsi koq. Cuma ya itu, kegiatan pembangunannya mandeg, padahal anggaran terserap habis. Bingung saya.
Patih:
Jangan-jangan sampeyan yang meriksanya salah prosedur.
(sambil tersenyum sinis, patih melanjutkan)
Patih:
Itu lho pak Bendahara, seperti yang sampeyan lakukan sama Lurah Gareng di Dukuh Hihami? Di sana kan ada “permainan” kan?
(Merasa dipojokkan, bendahara merah mukanya dan menyahut)
Lesmono:
Halah, sampeyan ini. Yang ada kasus kan di Bibihampa, kenapa koq bawa-bawa Hihami? Pokoknya Sinuhun, kalau proyek pembangunan di Bibihampa masih seperti sekarang, saya menolak memberikan anggaran berikutnya.
(ngrasa kebablasan ngomongnya, Lesmono menurunkan nada suaranya)
Lesmono:
Eh, nyuwun sewu Sinuhun. Apa sinuhun ada arahan lain mengenai Bibihampa?
Prabu:
Ya sudah. Tolong dicarikan dana dulu untuk anggaran jangka pendek. Nanti mengenai kelanjutan Bibihampa, biar saya carikan jalan keluarnya. Sementara kamu undur diri dulu.
Lesmono:
Sendiko Gusti.
(Bendahara pergi keluar kantor Prabu, sambil menggerutu)
Lesmono:
(gusti nih terlalu percaya omongan Mangkubumi dan Patih. Lha wong Lurah jelas-jelas korupsi, koq gak diambil tindakan sih?)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar