Pada suatu pagi di dalam sebuah bis metro mini 62, jurusan Manggarai-Pasar Minggu. Saya mendapatkan sebuah tempat duduk di deretan bangku paling belakang, yang meskipun beralas kayu, namun dengan kondisi lengang, cukup nyaman untuk diduduki. Posisi duduk yang enak menghantarkan diri dan pikiran ke zona kenyamanan yang luar biasa. Saat itu, serta merta imajinasi muncul, menyamakan kondisi saat ini dengan rasa nyaman duduk di sebuah limosin (bener nggak sih penulisannya?). Jok yang nyaman, dan diantar supir; duduk manis menunggu kita diantar ke tujuan kita. Alhamdulillah, saya bisa merasakan nikmatnya naik 'limosin'.
Di sebuah pertigaan, Metromini berhenti untuk mengambil penumpang. Naiklah seorang ibu paruh baya, berkerudung dan menggunakan daster (baju rumah). Tangannya menjinjing tas belanja, dan dengan bersusah payah si Ibu berusaha menaiki Metromini yang jarak lantainya dengan tanah (mungkin) cukup tinggi untuk upaya seorang ibu seumur beliau. Belum sepenuhnya si ibu sampai di lantai Metromini, bus sudah mulai berjalan. Si Ibu goyah karena kedua kakinya belum menapak sejajar, karena masing-masing masih berada di anak tangga yang berbeda. Secara reflek, kusambar pundak si Ibu, dan posisi tangan saya pun memeluk beliau. Saya bimbing si Ibu, hingga duduk dengan sempurna di bangku sebelahku. Tanpa terasa mata berkaca, teringat akan almarhumah ibu. Kuanggap ini teguran dari Sang Pencipta pada diriku, yang agak lalai mengingat ibu atau mendoakannya.
Segera kupanjatkan doa: "Robbighfirlii, waliwalidayya, warhamhumma, kama robayani shoghiiroh". Syukur pun kupanjatkan kepada Illahi Robbi, bahwa aku masih diberi kesempatan untuk terharu ketika mengalami kejadian tersebut. Hal yang luar biasa adalah, perasaanku dibiarkanNya terayun dari rasa nyaman duduk di limosin ke rasa haru karena ingatan kepada almarhumah ibu, tanpa diriku menyesalinya. Terima kasih ya Allah, Engkau telah mengingatkanku dengan cara yang baik, dan memberi kesempatan kepadaku untuk mendoakan Almarhumah Mama.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar