Suatu saat saya pergi ke dokter ahli syaraf, karena penyakit migrain saya kambuh. Ketika badan saya diperiksa, dokter memarahi saya, karena di badan saya ada bekas kerokan. Kata dokter: "Ngapain sih pake dikerok. Badan dikerok-kerok, udah pasti merah. Itu bukan tanda masuk angin!" Wah, saya lupa, kalau baru kemaren saya dikerokin istri saya, karena kurang enak badan.
Pengalaman yang lain. Saya pergi ke ahli totok, untuk membenarkan leher saya yang kaku. Kata terapisnya, itu karena masuk angin. Dikerok sedikit juga pasti sembuh. Jangan minum obat dokter, karena bahaya bahan kimia.
Dari dua pengalaman di atas, sepertinya kita terbiasa dengan perselisihan antara pengobatan medis (barat) dengan pengobatan alternatif. Dokter tidak suka dengan segala terapi pengobatan alternatif dan ahli pengobatan alternatif, tidak menyetujui praktek pengobatan barat yang mahal dan obat-obatannya mengandung bahan kimia berbahaya. Lalu kita sebagai konsumen atau pasien, harus percaya atau mengikuti pendapat ahli yang mana?
Saya sebagai pasien dan konsumen kedua jenis pengobatan, akan menyarankan agar kita tidak percaya keduanya, namun tetap menggunakan jasa keduanya.
Dari pada capek menjelaskan, lebih baik saya berbagi 2 pengalaman berikut:
Pak Jenggot, seorang ahli pengobatan alternatif totok syaraf. Suatu pagi, beliau terjatuh di kamar mandi rumahnya. Keluarganya segera membawa pak Jenggot ke RS. Ketika saya menjenguk beliau, pak Jenggot menjelaskan bahwa dia terkena diabetes, dan dia terjatuh karena kadar gula darahnya anjlok. Dia harus mulai hidup dengan diet ketat terhadap asupan karbohidrat.
Pengalaman lainnya, Dokter Asrul, adalah kepala bagian bedah di sebuah Rumah Sakit Umum. Ketika sedang bermain tenis, kakinya terkilir. Alih-alih pergi ke dokter ahli tulang, beliau minta agar diobati di daerah Sangkal Putung, Jawa Tengah, sebuah tempat yang terkenal karena banyak warganya yang ahli dalam pengobatan patah tulang, terkilir dan keseleo. Kata Dokter Asrul, kalau urusan salah urat, di Sangkal Putung kita akan cepat pulih.
Elok sekali pandangan kedua ahli pengobatan di atas. Keduanya tidak menolak adanya ilmu pengobatan lain di luar disiplin ilmu yang mereka pahami.